Latar Belakang, Tujuan dan Ruang
Lingkup
A. Latar
Belakang
Indonesia menghadapi berbagai tantangan masa depan yang
menuntut persiapan yang sangat serius pada sektor pendidikan. Berbagai
tantangan tersebut meliputi kehidupan masyarakat yang akan semakin kompleks,
dinamis, tidak pasti, tak terduga, dan ambigu yang sangat dipengaruhi oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada saat yang sama, kehidupan
masyarakat akan semakin diwarnai keberagaman sehingga juga akan rentan konflik.
Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia saat ini perlu segera menyiapkan
peserta didik agar mampu mandiri, mampu menghadapi tantangan, mengatasi
rintangan, dan bahkan menjadi agen perubahan yang membawa kemaslahatan bagi
masyarakat, bangsa, dan kemanusiaan. Generasi muda Indonesia perlu dididik agar
ulet dan memiliki daya tahan tinggi dalam menghadapi tantangan dan mengatasi
konflik, adaptif, serta memiliki pola pikir bertumbuh (growth mindset)
agar cekatan memanfaatkan peluang, mampu menerima kritik, serta meyakini
dirinya memiliki potensi dan bakat untuk berkembang.
Indonesia relatif telah berhasil meningkatkan akses
pendidikan dasar dan menengah yang ditunjukkan dengan angka partisipasi kasar
(APK) untuk jenjang pendidikan dasar (wajib belajar) yaitu SD 104,97% dan SMP
yang mencapai 90,67% (BPS, 2024). Namun demikian, pendidikan di Indonesia saat
ini masih harus menyelesaikan beberapa persoalan yang terkait dengan kualitas,
antara lain masih rendahnya skor literasi membaca dan numerasi (literasi
matematika) peserta didik Indonesia sebagaimana tercermin dalam hasil Programme
for International Student Assessment (PISA). Data PISA menunjukkan
bahwa literasi dan numerasi peserta didik Indonesia masih berada di bawah
rata-rata peserta didik internasional (Matematika: 472, Sains: 485, Membaca:
476). Indonesia berada di peringkat 68 dari 81 negara dengan skor; matematika
(379), sains (398), dan membaca (371) (OECD, 2023).
Pencapaian hasil pembelajaran belum sesuai dengan harapan di
antaranya karena adanya kesenjangan efektivitas pembelajaran antar
sekolah/madrasah dan antar daerah di Indonesia. Kesenjangan tersebut terjadi
karena beberapa hal antara lain proses pembelajaran yang dilakukan guru masih
menggunakan pendekatan maupun metode pembelajaran tradisional dan ketidaksiapan
peserta didik untuk belajar. Pembelajaran masih didominasi ceramah satu arah,
asesmen yang mengandalkan hanya peserta didik tahu secara teknis, tetapi juga
memiliki soft skills, karakter, dan kemampuan berpikir kritis yang
menjadi kunci untuk memaksimalkan potensi demografi tersebut menuju visi Indonesia
Emas 2045. Pendidikan dasar dan menengah di Indonesia harus secara cepat dan
tepat menyiapkan generasi muda Indonesia yang kompeten untuk menyongsong masa
depan. Diperlukan inisiatif dan upaya yang lebih kuat dan kreatif untuk
mengekaleserasi dampak pendidikan melalui berbagai pendekatan pembelajaran,
yang salah satunya pendekatan Deep Learning yang selanjutnya akan
disebut sebagai Pembelajaran Mendalam (PM).
Pembelajaran Mendalam telah diterapkan di beberapa negara,
baik secara eksplisit dan implisit sebagai prinsip kurikulum dan pendekatan
pembelajaran. Norwegia menerapkan kurikulum menggunakan PM sebagai framework
kurikulum dengan menerapkan konten esensial, pendekatan multidisiplin dan
interdisiplin dalam mengembangkan transferable skills peserta didik
(Norwegian Ministry of Education and Research, 2015). Kurikulum baru ini
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam pengetahuan dan
keterampilan yang lebih luas (transferable skills) yang dapat diterapkan
dalam berbagai mata pelajaran dan konteks.
Beberapa negara telah menerapkan prinsip PM seperti Inggris,
Finlandia, Jerman, Australia, Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara
lainnya dengan menciptakan pembelajaran yang berkesadaran, bermakna, dan
menggembirakan. Beberapa negara menerapkan pembelajaran yang inklusif untuk
menciptakan kenyamanan peserta didik untuk berpartisipasi mencapai
kompetensinya. Pendekatan PM berbasis mata pelajaran, rumpun, antardisiplin,
dan bahkan transdisiplin secara kontekstual.
Pendekatan PM menekankan pembelajaran yang mendalam,
kontekstual, dan bermakna, sehingga mendorong kemampuan berpikir kritis,
kreativitas, dan penyelesaian masalah. Pembelajaran Mendalam meliputi pemahaman
dan keterkaitan hubungan antara pengetahuan konseptual dan prosedural dan kemampuan
untuk mengaplikasi pengetahuan konseptual pada konteks yang baru (Hattie &
Donoghue, 2016; Parker et al., 2011; Winch, 2017). Pendekatan ini akan
dipermudah dengan pemanfaatan teknologi digital untuk meningkatkan keterlibatan
peserta didik dalam proses belajar, sekaligus memanfaatkan praktik-praktik baik
yang sudah ada. Dalam menghadapi masa depan yang penuh ketidakpastian,
kemampuan berpikir adaptif yang dikembangkan melalui PM menjadi bekal penting
bagi generasi muda.
Penerapan PM ini berada pada momentum yang krusial.
Berdasarkan kurva laju pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk usia wajib belajar
diprediksi akan segera diikuti oleh fase penurunan. Pendidikan harus
memanfaatkan momentum puncak jumlah penduduk usia produktif yang ditujukan
meraih bonus demografi. Data proyeksi menunjukkan bahwa pada tahun 2050, jumlah
penduduk usia di atas 65 tahun akan bertambah hampir tiga kali lipat, sementara
jumlah anak usia sekolah akan berkurang signifikan. Dengan demikian, sistem
pendidikan harus segera bertransformasi untuk menyiapkan generasi produktif
yang berkualitas saat puncak demografi terjadi, sekaligus memastikan Indonesia
siap menghadapi tantangan populasi usia lanjut di masa depan.
Pendidikan yang menerapkan potongan atau sebagian pendekatan
PM sesungguhnya sudah diterapkan di Indonesia, tetapi masih sangat terbatas,
belum utuh, dan belum secara sistematis dalam memastikan terlaksananya
pembelajaran yang berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan. Salah satu contoh
penerapan irisan-irisan pendekatan PM pada SMK adalah pembelajaran berbasis
praktik langsung (learning by doing) yang umumnya dilakukan melalui teaching
factory, serta kolaborasi erat dengan dunia industri dan pengguna lulusan (link
and match). Hasilnya, peserta didik tidak hanya mengembangkan karakter, soft
skills, dan hard skills yang kontekstual, tetapi juga menjadi
lulusan yang kompeten, mandiri, serta mampu beradaptasi dengan perubahan zaman
dan tantangan global. Kolaborasi antara guru, orang tua, kepala sekolah, serta
seluruh pemangku kepentingan menjadi elemen esensial dalam mewujudkan ekosistem
pembelajaran yang produktif dan relevan.
Tiga prinsip dalam pendekatan PM yaitu berkesadaran,
bermakna, dan menggembirakan. Ini berarti bahwa PM secara utuh dan sistematis
tidak hanya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, tetapi juga menjadi
katalisator transformasi yang dapat mendorong kesadaran kolektif dan
mempercepat pencapaian tujuan pendidikan nasional. Langkah strategis
implementasi PM ini menyiapkan generasi muda menghadapi tantangan global,
menghadirkan pendidikan bermutu yang relevan dengan kebutuhan masa depan serta
mewujudkan pemerataan pendidikan di Indonesia.
Untuk
menjamin efektivitas dan efisiensi penerapan PM dalam konteks pendidikan di
Indonesia, diperlukan naskah akademik yang akan menjadi acuan dalam pembuatan
berbagai kebijakan dan keputusan yang relevan.
B. Tujuan
Tujuan
penyusunan naskah akademik PM meliputi sebagai berikut:
1.
Memberikan landasan bagi pengambilan kebijakan
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) terkait penerapan PM
di Indonesia.
2.
Menyediakan acuan bagi pengembangan program dan
kegiatan untuk memastikan ketersediaan dan kecukupan sumber daya serta
infrastruktur yang diperlukan dalam penerapan PM.
3.
Mendeskripsikan kerangka kerja strategis implementasi
PM yang meliputi kerangka waktu dan distribusi tugas fungsi unit utama di
lingkungan Kemendikdasmen.
C. Ruang
Lingkup
Ruang lingkup naskah akademik tentang konsep dan implementasi
PM di Indonesia yaitu sebagai berikut:
1.
Konsep akademik PM dengan prinsip pembelajaran
berkesadaran, bermakna, dan menggembirakan.
2.
Faktor pendukung yang perlu dipersiapkan untuk
menerapkan PM dalam sistem pendidikan Indonesia pada jenjang pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah, terutama pada aspek
infrastruktur, sumber daya manusia, dan kebijakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar